Kamis, 23 Februari 2012

Kasus Rhinitis Alergi

Kasus Rhinitis Alergi

A. DESKRIPSI KASUS
Hendro, seorang laki – laki umur 21, menderita rhinitis alergi sejak 5 tahun yang lalu. Apabila terpapar udara dingin atau debu ia selalu bersin – bersin . Oleh dokter THT yang merawat, Hendro diberi resep :
- Trifed No. XII S 3 d d 1 tab
- Mucoxol No. XII S 3 d d 1
- Nasonex nasal spray 1 fl S 3 d d 1 dext at sint
- Amoxan No. XII S 4 d d 1
Analisalah kasus dan pola peresepan di atas. Bila ternyata setelah dianalisa ternyata peresepan di atas tidak rasional, berikan usulan dan solusinya.

B. DASAR TEORI
Rhinitis adalah inflamasi pada membran mukosa di hidung (Dipiro, 2006). Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi 2, yaitu rhinitis alergi karena allergen dan rhinitis nonalergi yang disebabkan faktor-faktor pemicu seperti obat(rhinitis medicamentosa), atau karena abnormalitas structural (rhinitis structural). Rhinitis alergi muncul ketika membran mukosa terpapar oleh allergen sehingga memberikan respon yang diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE). Respon ini memacu pelepasan mediator inflamasi. Rhinitis alergi dikarakteristik oleh bersin-bersin, hidung berair, nasal kongesti, mata merah, berair, dan gatal. Biasanya rhinitis alergi terjadi pada individu yang sensitif.
Berdasarkan waktunya, rhinitis alergi dapat digolongkan menjadi :
- Rhinitis seasonal yang biasanya muncul pada waktu-waktu tertentu yang sudah dapat diprediksi. Biasanya terjadi pada musim semi. Alergen yang terlibat dapat berupa serbuk sari, atau rerumputan.
- Rhinitis parrenial disebabkan bukan karena musim tertentu. Biasanya disebabkan oleh allergen berupa dust mites, dander binatang, jamur. Rhinitis tipe ini biasanya merupakan gejala kronis. (Dipiro, 2006)
Seseorang dapat mengalami rhinitis kombinasi antara dua jenis tersebut. Masih ada satu lagi jenis rhinitis alergi, yaitu :
- Rhinitis alergi occupational
Rhinitis yang terkait dengan pekerjaan. Paparan allergen didapat di tempat bekerja. Biasanya dialami oleh orang yang bekerja dekat dengan binatang.

Respon Imun
Reaksi alergi di hidung dimediasi oleh respon antigen-antibody, allergen berinteraksi dengan IgE yang terikat sel mast dan basofil. Selama inhalasi, allergen yang dibawa udara memasuki hidung dan diproses oleh limfosit, yang memproduksi antigen spesifik IgE. Pada paparan pertama, biasanya belum terjadi reaksi alergi. Namun pada paparan berikutnya IgE yang berikatan dengan sel mast berinteraksi dengan allergen kemudian memacu pelepasan mediator inflamasi. Reaksi ini dapat berlangsung lambat maupun cepat. Mediator inflamasi yang terlibat dapat berupa histamine, lerukotrien, prostaglandin, tryptase, dan kinin. (Dipiro, 2006)

C. ANALISA KASUS
Problem:
- Pasien menderita rhinitis alergi sejak 5 tahun yang lalu
Keluhan  pasien selalu bersin-bersin apabila terpapar udara dingin atau debu.
- DRP:
Pemberian obat tanpa adanya indikasi
a. Pemberian obat amoxan, sedangkan tidak ada indikasi pasien mengalami infeksi
b. Pemberian obat mucoxol, sedangkan tidak ada indikasi terbentuknya dahak
Assessment:
- Trifed (Triprolidine HCl 2,5 mg dan Pseudoefedrine HCl 60 mg)
- Mucoxol (Ambroxol HCl)
- Nasonex nasal spray (Mometasone furoate)
- Amoxan (amoxicillin)
- Lanjutkan penggunaan trifed
Merupakan obat golongan antihistamin yang sudah tepat penggunaannya untuk pengobatan rhinitis alergi karena dapat mencegah kerja dari histamin.
Triprolidine adalah anggota propylamine (alkylamine) kelas kimia antagonis H1-antihistamin. Dengan demikian, itu dianggap relatif kurang menenangkan daripada antihistamin tradisional dari ethanolamine, phenothiazine, dan kelas etilendiamin antihistamin. Triprolidine memiliki paruh lebih pendek dan durasi tindakan dari sebagian besar alkylamine lain antihistamin. Seperti semua antagonis H1-antihistamin, mekanisme tindakan triprolidine dipercaya untuk melibatkan blokade kompetitif reseptor H1-situs yang menghasilkan histamin ketidakmampuan untuk menggabungkan dengan mengerahkan reseptor dan efek yang biasa pada sel sasaran. Antihistamin tidak mengganggu efek histamin apapun yang telah terjadi. Oleh karena itu, agen ini digunakan lebih berhasil dalam pencegahan daripada pengobatan reaksi histamin-induced.
- Lanjutkan penggunaan Nasonex nasal spray
Merupakan obat golongan kortikosteroid yang sudah tepat penggunaannya untuk pengobatan rhinitis alergi karena dapat mencegah terjadinya peradangan.
Mometasone furoate adalah kortikosteroid yang memiliki aktivitas anti inflamasi. Mometasone furoate diperkirakan mengatasi alergi rhinitis atau sinusitis melalui aktivitas hambatannya pada serangkaian luas sel (yakni sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan mediator (histamine, eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang dimediatori oleh alergen.
Indikasi : profilaksis dan mengobati gejala rhinitis atau sinusitis musiman atau parennial.
- Hentikan penggunaan Mucoxol dan Amoxan
- Strategi pengobatan
a. Hilangkan rhinitis oleh allergen yang menjaga lingkungan bebas.
b. Penutup bantal dan mattresses dengan plastik penutup.
c. Menggunakan bahan-bahan sintetis (ruap mattresses, acrylics) daripada produk binatang (wol, bulu kuda).
d. Meminimalkan debu-mengumpulkan barang-barang rumah tangga (misalnya, karpet, drapes).
e. Menggunakan sebuah alat pembersih udara / filter debu dapat membantu. Bila allergen (s) yang diketahui, terapi desensitization dapat dilakukan, yang melibatkan secara bertahap meningkatkan hubungan ke subdermal diidentifikasi allergens; hasil bervariasi.


Monitoring:
- Pantau efek samping obat
- Pantau penggunaan obat
- Pantau kepatuhan pasien meminum obat
- Toleransi ke substansi perubahan atas hidup, dan emosional stres, virus penyakit, kelelahan, hubungan ke irritants kimia, terlalu keras, atau parah kondisi cuaca dapat meningkatkan reactivity. Menghapuskan hal-hal ini dapat meningkatkan ambang batas, seperti umur (sistem kekebalan yang kurang efisien, sehingga IgE antibodies kurang terlibat dengan menantang allergens).



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Farmakologi Dan Terapi, edisi 5, gaya Baru, Jakarta

Dipiro Joseph T, Barbara G. Wells, Terry L. Schwinghammer, Cyntia W. Hamilton, 2006, Pharmacotherapy Handbook, sixth edition, McGraw – Hill Companies, inc.

Tjay Tan Hoan, Drs & Rahardja Kirana, Drs, 2007, Obat – Obat Penting, edisi VI, cetakan pertama, Elex Media Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta.

PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT

PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT

PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT

1. MENURUT UNDANG – UNDANG
Yang dari peraturan perundang-undangan adalah terdapat pada :
1. Reglement DVG.
2. Ordonansi Obat Keras (Stbl No 419 Th 1949).
3. Undang – undang No 23 Th 1992 tentang Kesehatan.
4. Undang – undang No 22 Th 1997 tentang Narkotika.
5. Undang – undang No 5 Th 1997 tentang Psikotropika.
6. Permenkes No 922 / 1993.
7. SK. Menkes No 1332/2002 tentang perubahan Permenkes No 922/93.
8. SK. Menkes No 347/1990 dan No 924/1993 tentang DOWA.
9. Peraturan Pemerintah No 20 Th 1962 tentang Sumpah Apoteker.
10. SK. Menkes No 1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004 tentang Standart Pelayanan di Apotik.
Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 telah diatur tentang peranan profesi apoteker, yakni pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengem- bangan obat dan obat tradisional.
Keharusan apoteker berada pada sepanjang jam buka apotek telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Dalam Pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari obat ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care.
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan seperti dimaksud pada Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002 (Pasal 19 ayat 1) yang menyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.

Dari peraturan perundang-undangan tersebut Peran dan Fungsi Apoteker di Apotik yang melayani langsung pasien adalah sebagai :
- PELAYAN
- MANAJER


Sebagai Pelayan adalah :
1. Membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan menempatkan obat dalam wadah / bungkus yang cocok dan memeriksa serta memberi etiket dengan teliti.
2. Memberikan informasi / konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan masyarakat.
Sebagai Manajer adalah :
- Menyusun prosedur tetap.
- Mengelola obat, sumber daya manusia, peralatan dan uang di Apotik.

Sebagai Pelayan sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan adalah :
1. Melayani resep dan non resep.
2. Promosi dan edukasi.
3. Pelayanan residensial ( home care ).

1. Sebagai Pelayan Resep melakukan :
a. Skrining / pembacaan resep, melakukan :
- Pemeriksaan persyaratan administrative resep :
a. Nama dokter, alamat, SIP.
b. Tanggal penulisan
c. Paraf / tanda tangan.
d. Nama pasien, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan.
e. Signa ( cara pakai ) yang jelas.
f. Informasi lainnya.
- Kesesuaian farmasetik :
a. Bentuk sediaan.
b. Dosis.
c. Potensi.
d. Stabilitas.
e. Inkomptabilitas.
f. Cara dan lama pemberian.
- Pertimbangan klinis :
a. Alergi.
b. Efek samping.
c. Interaksi.
b. Penyiapan obat ( buat protap – protap )
- Peracikan ( hitung, sediakan, campur, kemas, label )
- Penyerahan obat.
- Pemberian informasi dan konseling.
- Monitoring penggunaan obat ( penyakit CVS, DM, TBC ).
2. Sebagai tenaga Promosi dan Edukasi, melakukan :
a. Swa medikasi ( dengan medication record ).
b. Penyebaran brosur, poster tentang kesehatan.


3. Sebagai tenaga Pelayanan Residensi ( home care ) :
Untuk penyakit kronis ( dengan medication record ).

Sebagai manajer :
- Mengelola sumber daya ( resources ) di Apotik secara efektif dan efisien.
- Membuat prosedur tetap untuk masing – masing pelayanan.

Peran dan Fungsi Apoteker di Rumah Sakit
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi, memberikan konseling, membantu penderita mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, menyesuaikan regimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita merupakan tugas profesi kefarmasian.
Apoteker juga harus melaksanakan fungsinya sebagai :
 Clinical Pharmacist, harus mendampingi para dokter sebagai sumber informasi mengenai perkembangan baru dalam bidang obat
 harus menjadi counterpart dalam bidang pengobatan dan mengawasi supaya pengobatan yang dilakukan para dokter tetap rasional.
Dan memonitor efek samping yang timbul karena pengobatan
Fungsi pokok apoteker di apotik rumah sakit menurut ASHP (American Society of Hospital Pharmacist) adalah sebagai berikut :
a. Membuat dan mensterilisasi obat injeksi bilamana dibuat di Rumah Sakit
b. Membuat obat yang sederhana
c. Memberikan (dispensing) obat, bahan kimia dan preparat farmasi
d. Mengisi dan memberikan etiket pada semua container yang berisi obat dan diberikan kepada pasien maupun bagian Rumah Sakit
e. Mengawasi semua pharmaceutical supplies yang dikirimkan dan dipergunakan di berbagai bagian Rumah Sakit.
f. Menyediakan persediaan antidot dan lain-lain obat untuk keadaan darurat
g. Mengawasi pengeluaran obat narkotika dan alkohol dan membuat daftar inventory
h. Membuat spesifikasi (kualitas dan sumber) dari pembelian semua obat, bahan kimia, antibiotika, biological dan preparat-preparat yang dipakai dalam pengobatan pasien di Rumah Sakit
i. Memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru berbagai obat kepada para dokter, perawat dan lain-lain orang yang berkepentingan
j. Membantu mengajar para mahasiswa kedokteran dan perawat pada program koasisten fakultas kedokteran/perawat
k. Melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia Pharmacy and Therapeutic


2. KENYATAAN YANG ADA DI LAPANGAN
Di Indonesia, kenyataan menunjukkan bahwa apoteker sebagai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat belum melaksanakan dengan baik, bahkan dapat disebut kesenjangan ini terlalu lebar. Berdasarkan hasil wawancara di 19 apotek di Jawa beberapa waktu lalu, terungkap bahwa sekitar 50 persen pengunjung belum pernah bertemu dengan apotekernya, dan hanya 5,3 persen apoteker yang memberikan informasi obat kepada pembeli.
Kesenjangan ini memberikan kesan dan citra yang kurang baik bagi profesi apoteker. Masyarakat tentunya merasa sekali kekuranghadiran apoteker dalam setiap melayani langsung kepada pasien. Di mata mereka, sosok apoteker semakin tidak jelas kedudukan spesifiknya. Dan dampak lanjutannya, sedikit banyak masyarakat akan meremehkan peran dan fungsi apoteker di apotek.
Dalam Undang – undang sudah jelas sekali disebutkan bahwa pelayanan obat atas resep dokter dan Pelayanan Informasi Obat merupakan pekerjaan kefarmasian. Namun fakta yang ada di lapangan yaitu Apotik dan Rumah Sakit, seringkali peran farmasis dipertanyakan fungsinya dalam upaya kesehatan pasien. Apoteker seringkali tidak tidak melakukan pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat.

Faktanya di Apotik yang melakukan pelayanan obat atas resep dokter pelayanan informasi obat adalah asisten apoteker atau pegawai apotik yang hanya lulusan smu saja, karena Apoteker tidak datang tiap hari di Apotik melainkan sebulan hanya 1 kali datang ke Apotik dan itu pun hanya beberapa jam.
Umumnya sebagian besar apoteker bukanlah sebagai Pemilik Sarana apotek ( PSA ). Mereka bekerja hanya sebagai penanggung jawab, selebihnya yang berperan aktif adalah PSA. Sehingga bekerja di apotek bukan sebagai pekerjaan pokok tetapi pekerjaan sambilan. Waktu kerja mereka lebih difokuskan dan dicurahkan untuk pekerjaan pokoknya. Maka tak heran bila seorang apoteker bisa bekerja di beberapa tempat atau berwiraswasta. Jam kerja di apotek biasa mereka lakukan setelah waktu kerja pokok mereka selesai
Banyak sekali apoteker yang belum secara utuh menjalankan fungsinya sehingga mengakibatkan masyarakat awam ( pasien ) kurang mengenal profesi Apoteker, bahkan oleh para tenaga kesehatan farmasis/Apoteker masih dipandang sebelah mata. Sementara itu di dalam rumah sakit apoteker masih sedikit atau tidak banyak yang melakukan tugasnya secara utuh kerena kebanyakan rumah sakit masih tenaga apoteker masih sedikit atau di satu rumah sakit hanya ada 1 atau beberapa saja apotekernya dan tidak banyak. Dengan sedikitnya apoteker di rumah sakit, maka apoteker tidak bisa mendampingi pasien dalam penggunaan obat yang baik.



3. TANGGAPAN
Menurut saya bila para farmasis di Indonesia masih tetap mempertahankan sikap dan tingkah lakunya yang sekarang dalam menjalankan keprofesiannya saya yakin, sampai kapanpun keprofesian apoteker akan makin tersisih dalam dunia kesehatan. Apalagi dengan posisi kepala BPOM yang saat ini diduduki oleh dokter, bila para farmasis apoteker masih merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang maka apoteker tidak akan memperoleh eksistensinya di dunia kesehatan. Meskipun dalam hal ini peran para birokrat yang duduk di pemerintahan juga merupakan pengaruh utama mengapa sampai kursi kepala BPOM tersebut bisa sampai diduduki oleh dokter.
Untuk PSA (Pemilik Sarana Apotik) sebagai pemilik modal utama diharapkan untuk memberikan kesempatan dan peluang bagi apoteker untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, khususnya dalam menyampaikan informasi obat kepada masyarakat. Karena keberhasilan strategis bisnis apapun yang dijalankan sangat ditentukan apabila setelah mendapat informasi obat dalam diri pasien tumbuh kepuasan dan keyakinan akan sembuh. Apoteker harus konsisten dengan profesinya dan mampu melakukan kerja yang benar-benar profesional di apotik, tanpa pamrih, bukan seperti apoteker amatiran yang selama ini dilakoni oleh kebanyak teman sejawat kita (seperti apoteker yg kerja rangkap itu) . Apotek Profesi akan selalu kokoh walau diterjang oleh badai apapun termasuk badai Globalisasi. Apoteker harus mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan yang kuat , tidak boleh lemah dan menyerah dengan sedikit saja persaingan yang tidak sehat dalam kancah perperangan bisnis obat.
Dan sebaiknya di sebuah rumah sakit harus ada tenaga apoteker yang lumayan banyak atau minimal tiap poliklinik di rumah sakit memiliki 1 apoteker sehingga apoteker bisa melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai perannya di rumah sakit. Apoteker juga harus sering banyak komunikasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain tentang ilmu kesehatan, pengobatan dan lain – lain, karena dengan itu apoteker bisa dikatakan ada dan tidak dipandang sebelah mata oleh tenaga kesehatan lain.

Rabu, 22 Februari 2012

Diabetes mellitus

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.

Daftar isi

 [sembunyikan

Klasifikasi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2]
  1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
  2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
  3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

    dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
  4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
  5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
  6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.

Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[6] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[7] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[8] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[9] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[9] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[10]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[11] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[9] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[9] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[12]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[13], lipodistrofi,[9] dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.[rujukan?] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[rujukan?] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[14] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[15][16]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[17] pada otot lurik.[18][19] Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[20] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[21] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[22] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[23][24][25]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[26]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:[27]
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

Diabetes mellitus tipe 3

Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Patofisiologi

Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[30]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[31] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[32][33] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[33]

[sunting] Komplikasi

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

[sunting] Ketoasidosis diabetikum

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]

[sunting] Hipoglikemi

Diagnosis


Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[34] Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:


Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:


Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

[sunting] Simtoma klinis

Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Penanganan

Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[34]

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus

Bentuk Sediaan Obat

Bentuk Sediaan Obat

GAPSULAE (Kapsul)
    Kapsul adalah berupa serbuk yang diisikan dalam cangkang kapsul atau berupa sediaan cairan, setengah padat yang dibungkus dengan kapsul dasar yang memenuhi saran yang tertera pada farmakope Indonesia dan disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi zat pengering, ditempat sejuk.


COLLUTORIA (Obat cuci mulut)
    Kolutorium biasanya berupa larutan pakat dalam air yang mengandung bahan dedoran, antiseptik, anastetik lokal atau adstringens yang disimpan dalam botol putih yang bermulut kecil
Catatan :

  1. Jika kolotorium harus diracik lebih dahulu sebelum digunakan, pada etiket harus disebutkan cara pengencerannya.
  2. Harus diberikan tanda yang jelas yaitu untuk "Obat cuci mulut, tidak boleh ditelan"


COLLYRIA (Obat cuci mata)
    Kolirium adalah sediaan yang berupa larutan steril, jernih, bebas zat asing, isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet. Kejernihan dan kesterilitasnya harus memenuhi syarat yang tertera pada Injection pada farmakope Indonesia. Yang disimpan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap.
Catatan :
  1. Pada etiket harus juga tertera :
  2. Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
  3. Obat cucui mata
  4. Kolirium yang tidak mengandung zat pengawet hanya lebih boleh digunakan paling lama 24 jam setelah dibuka tutupnya.
  5. Kolirium yang mengandung zat pengawet dapat digunakan paling lama 7 hari, setelah botol dibuka tutupnya.


COMPRESSI (Tablet)
    Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat dengan cara kempa cetak dalam bentuk umumnya tabung pipih yang kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung obat dengan atau zat pengisi. Harus memenuhi sarat yang tertera pada kompressi Farmakope Indonesia. Disimpan dalam wadah tertutup baik, atau wadah tertutup rapat, bila perlu disertakan pengering.


CREMORES (Krim)
    Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60%, dimaksudkan untuk pemakaian, yang disimpan dalam wadah yang tertutup baik atau tuba, disimpan sejuh.
Stabilitas
  • Krim rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau percampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
  • Agar lebih stabil disamping zat pengawet, ditambahkan zat anti oksiden. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil perabon 0,12 persen sampai 0,18 person atau propil peraben 0,02% - 0,05%.
  • Untuk pembuatan krim digunakan air yang telah didihkan dan segera digunakan setelah dingin
  • Dianjurkan peracikannya secara septik. Krim yang sudah pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok dan harus dilakukan secara asepti. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam 1 tahun.
  • Jika krim diwadahkan dalam tubo almunium, tidak boleh digunakan pada etiket harus tertera obat luar.


LIXIRA (Eliksir)
    Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan untuk yang sedang, mengandung selain obat, juga zat tambahan seperti, gula dan atau zat pemanis lainnya, zat pengawet, zat warna, zat pewangi, digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. ……..ditambahkan gliserol, serbitol dan propilengliko,, sebagai gula dapat digunakan sirup simplek, yang disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.


EMULSA (Emulsi)
    Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua pase ….. dalam sistem dispersi : pase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam pase cairan lainnya, umumnya, dimana …… rapat dan bermulut lebar.
Catatan : Pada etiket harus tertera "kocok dahulu"


ARGARISMAE (Obat kumur, Gargle)
Obat kumur adalah sediaan yang berupa larutan, umumnya larutan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan, dimaksud untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan. Yang disimpan dalam wadah botol berwarna susu atau walau lainnya yang cocok.
Catatan : Pada etiket harus tertera :
  1. Petunjuk pengenceran sebelum digunakan
  2. Hanya untuk dikumur, tidak ditelan"


GELONES (Gel)
    Gel adalah sediaan bermasa lembek, berupa suspendi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makro molekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Yang disimpan dalam wadah tertutup baik, dalam botol bermulut lebar terlindung dari cahaya, ditempat sejuk.
Catatan : Pada etiket juga tertersa "Kocok dahulu"


GUTTAE (Obattetes)
Obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia.
  • Guttae Oris (teter mulut) adalah obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumurkan tidak untuk ditelan.
  • Guttae Auriculares (obat tetes telinga) adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat kedalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cair pembawa air, umumnya digunakan gliserol dan propilenglikol dan dapat juga otanol 90%, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Sebagai pensuspensi digunakan sorbiton, polisorbat atau surpaktan lain yang cocok. Kecuali dinyatakan lain pH. 5 – 6 dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.
  • Guttae nasales (tetes hidung) adalah obat tetes yang menggunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung dapat mengandung zat pensusponsi, seperti serbiton, polisorbat atau surpaktan lainnya yang cocok dengan kadar tidak lebih dari 0,01 s/d zat pendapar yang cocok dengan pH 6.5 dan dibuat isotonua menggunakan NaCl secukupnya, zat pengawet umumnya digunakan bonzalkonium ghlorida 0,01 % b/v sampai 0,1% b/v. Yang disimpan dalam wadah tertutup rapat.
  • Guttae ophthalmicao (obat tetes mata) adalah sediaan storil berupa berupa tarikan dam memperkecil, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelompak mata dan bola mata. Tetes mata berair umumnya digunakan cairan pembawa berair yang digunaakn zat pengawet terutama ……………( ..) nitra atau penyakit raksa (II) asetat 0,0025% b/v, bonzalkonium chlorida 0,01%. b/v atau d…………….. …..0,01% 1/V


INJECTIONES/INJEKSI
    Injeksi, adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
    Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulasikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam dosis wadah tunggal atau wadah dosis ganda.
Penggolongan :
  • Injeksi intraderma atau intrakutis, yaitu sediaan yang berupa larutan atau suspensi dalam air yang digunakan untuk diagnosa, dengan volume lebih kurang 100 mcl sampai 200 mcl.
  • Injeksi subkutan atau hipoderma, yaitu sediaan berupa larutan isotonus dengan kekuatan sedemikian rupa hingga volume yang disuntikan tidak lebih dari 1 ml, larutan dapat ditambahkan vasokon traktor seperti opinefrina untuk melokalisir efek obat.
  • Injeksi intramuskulus, yaitu sediaan berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume penyuntikan sedapat mungkin tidak boleh dari 4 ml, bila dalam jumlah besar dilakukan perlahan – lahan untuk mencegah rasa sakit.
  • Injeksi intravenus, yaitu sediaan berupa larutan, adpat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml, volume besar dari 10 ml disebut infus.
  • Injeksi intraterim, yaitu sediaan berupa larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml yang digunakan jika efek obat diperlukan segera dalam darah perifer, yaitu sediaan berupa larutan yang hanya digunakan untuk keadaan gawat yang disuntikan kedalam otot jantung atau ventrikulus dan tidak boleh mengandung bakterisida.
  • Injeksi intrateka atau injkesi subaraknoid, injeksi intrasisterna dan injeksi peridura, yaitu sediaan berupa larutan yang umumnya tidak lebih dari 20 ml, tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik dalam wadah dosis tunggal.
  • Injeksi intratikulus, yaitu sediaan berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikan kedalam rongga sendi
  • Injeksi intrabursa, yaitu sediaan berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikan kedalam bursa subacromilis atau bursa olecranon.
  • Injeksi subkonjungtiva, yaitu sediaan berupa larutan atau suspensi dalam air yang digunakan untuk injeksi selaput lendir mata bawah yang umumnya pengunaannnya tidak lebih dari 1 ml
Catatan : - Pada etiket juga harus tarcantum :
  1. Untuk injeksi berupa suspensi : "Kocok dahulu"
  2. Untuk injeksi yang mengandung antibiotik
  3. Kesetaraan bobot terhadap UI
  4. Daluwarsa
  5. Serbuk untuk injeksi :
  6. Volume pelarut atau pembawah yang diperlukan
  7. Jika akan digunakan dilarutkan dalam pelarut atau pembawa yang tertera pada etiket dan harus segera digunakan.


LINIMENTA (Linimentum)
    Linimentum adalah sediaan cair atau kental yang mengandung zat analgetik dan zat yang mempunyai sifat rubefasien, melemaskan otot atau menghangat kan yang digunakan sebagai obat luar. DisimXpan dalam botol bermulut kecil ditempat sejuk.
Catatan :
  1. Pada etikte juga harus "obat luar"
  2. Tidak digunakan untuk kulit yang luka atau lecet


LOTIONES (Losio)
    Losio adalah sediaan berupa larutWan, suspensi ataeu emusli yang digunakan pada kulit. Penambahan etanol 90% dalam lasio akan mempercepat proses pengeringan dan memberikan efek pendingin, jika penambahan gliserol akan menyebabkan kulit tetap lembab dalam waktu tertentu. Disimpan dalam botol berwarna atau wadah plastik yang cocok ditempat sejuk


OCULINTA (Gelap Mata)
    Salep mata adalah bagian materi untuk pengobatan mata dengan menggunakan salep mata dasar yang cocok. Disimpan daalm wadah tertutup rapat ditempat sejuk.


OVULA (Ovula)
    Ovula adalah ………. Padat yang umumnya berbentuk telur, mudah melunak dan mleleh pada suhu tubuh, digunakan khusus untuk pengobatan vagina. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, tata baik ditempat sejuk


FASTAE (Pasta)
    Pasta adalah sediaan berupa masa lembek yang digunakan untuk pemakaian luar sbagai antiseptikum atau pelindung kulit. Disimpan dalam wadah tertutup baik.


PILULAE (Pil)
    Pil adalah sediaan berbentuk bulat atau bulat telur yang dibuat dengan menggunakan masa pil. Dengan ukuran diameter tidak lebih dari 8 mm untuk bobot lebih kurang 300 mg


POTIONES (Posio)
    Posio adalah sediaan berupa cairan untuk diminum, dibuat dengan sedemikian rupa hingga memungkinkan untuk diberikan dalam jumlah yang besar dengan dosis tunggal, umumnya 50 ml.


PULVIS (Serbuk)
    Serbuk adalah campuran homogen dua tau lebih obakt yang diserbukan, yang dimasudkan untuk pemakain dalam dan disimpan dalam wadash tertutup rapat terbuat dari kaen susu atau bahan lain yang cocok.
    Pulvores (serbuk bagi) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang sama atau lebih kurang sama, dibungkus dengan kerta pemanas yang cocok untuk sekali minum.
    Perlvis Adspersorius (serbuk tabur) adalah serbuk yang bebas dari butiran kasar yang digunakan untuk pemakaian luar. Disimpan dalam wadah yagn tertutup baik.


SOLUTIONES (Larutan)
    Larutan adalah sedinan cair yang dibuat dengan melarutkan suatu jenis obat atau lebih dalam pelarut yang digunakan untuk obat dalam, obat luar atau untuk dimasukan kedalam rongga tubuh.
    Larutan untuk obat luar (pengobatan luka dan kulit terkelupas), larutan antikongulan, iritasi kandung kemih, larutan dialisa inroperitonium dan larutan steril wadah yang tertutup rapat


SUPPOSITORIA (Gantel)
    Suppositorin adalah sedinan padat, melunak dan larut pada suhu tubuh yang digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rektum, yang umumnya berbentuk terpedo atau sesuai dengan menggunakan dasar lemak coklat, atau malam putih dengan bobot yang sesuai.


SUSPENSIONES (Suspensi)
    Suspensi adalah sediaan cair yagn mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersi, campuran dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk sangat halus dengan atau tanpa zat tambahan yang akan terdisperasi sempurna dalam cairan pembawa yagn ditetapkan.
Catatan : Pada etiket juga harus tertera : "Kocok dahulu.


UNGUENTA (Salon)
Salep adalah sediaan berupa masa lembek yang mudah dioleskan umumnya berlemak dan mengandung obat yang digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Disimpan dalam wadah tertutup baik atau dalam tube
Catatan : Pada - etiket juga harus tertera : "Obat luar".

Pathogenic Leptospires

Apa itu penyakit Kencing Tikus(Pathogenic Leptospires)


Penyakit kencing tikus atau Leptospirosis (juga dikenali sebagai, penyakit/sindrom Weil, demam canicola, demam ladang tebu, demam 7-hari  merupakan penyakit berjangkit zoonosis yang berpunca daripada spirochaete dalam genus Leptospira yang menjejaskan manusia dan sejumlah besar haiwan, termasuk mamalia, burung, afimbia, dan reptilia. Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Adolf Weil pada tahun 1886 apabila dia melaporkan “penyakit jangkitan akut dengan bengkak spleen (“splenomegaly”), penyakit kuning dan nephritis”. Leptospira pertama kali dilihat pada 1907 dari hirisan buah pinggang bedah siasat. Pada 1908, Inada dan Ito pertama kali mengenal pasti ia sebagai organisma penyebab  dan pada 1916 menyedari kehadirannya pada tikus.
Sungguhpun diakui sebagai antara zoonosis paling biasa di dunia, leptospirosis merupakan jangkitan bakteria jarang berlaku pada manusia. Jangkitan biasanya dipindahkan kepada manusia apabila air yang dicemari dengan air kencing haiwan menyentuh bukaan pada kulit, mata, atau dengan selaput lendir. Di luar kawasan tropika, kes leptospirosis berlaku mengikut musim dan kebanyakannya berlaku sekitar bulan Ogos–September/Februari–March.
Punca
Leptospirosis disebabkan oleh bakteria spirochaete yang dikenali sebagai Leptospira yang sekurang-kurangnya terdapat dalam 5 serovar kepentingan di Amerika Syarikat dan Kanada menyebabkan penyakit pada anjing (Icterohaemorrhagiae, Canicola, Pomona, Grippotyphosa, dan Bratislava)[5]. Terdapat jangkitan jenis lain (yang jarang). Secara genetik organisma leptospira berlainan boleh dikenal pasti secara serologi dan sebaliknya. Dengan itu, pertelingkahan wujud berkenaan asas mengenal pasti jenis. Sistem serologi tradisi kelihatannya lebih berguna dari segi diagnostik dan epidemiologi pada masa ini (yang mungkin berubah dengan pembangunan lanjut dan perkembangan teknologi seperti PCR – polymerase chain reaction).
Leptospirosis disebarkan melalui kencing haiwan yang dijangkiti dan berjangkit selagi ia masih lembab. Sungguhpun tikus, dan mondok merupakan hos utama, sejumlah besar mamalia lain termasuk anjing, rusa, arnab, landak, lembu, biri-biri, rakoon, possum, skunk, dan mamalia laut tertentu mampu membawa dan menyebarkan penyakit sebagai hos kedua. Anjing mungkin menjilat kencing haiwan yang dijangkiti dari rumput atau tanah, atau minum dari lopak yang dijangkit. Terdapat laporan “anjing rumah” dijangkiti leptospirosis kelihatannya kerana menjilat kencing tikus yang dijangkiti yang memasuki rumah. Jenis habitat yang berkemungkinan membawa bacteria berjangkit adalah tebing sungai berlumpur, terusan, longkang, dan kawasan peliharaan ternakan berlumpur di mana terdapat laluan biasa bagi samaada mamalia liar atau ladang. Terdapat kaitan langsung antara jumlah air hujan dan kejadian leptospirosis, menjadikannya bermusim di kawasan serdahana dan sepanjang tahun di kawasan bercuaca tropika.
Leptospirosis turut disebarkan melalui air mani haiwan dijangkiti.Pekerja rumah penyembelihan boleh dijangkiti melalui sentuhan dengan cecair badan dan darah.
Manusia boleh dijangkiti melalui hubungan dengan air, makanan, atau tanah yang mengandungi kencing haiwan yang dijangkiti ini. Ini mungkin berlaku dengan menelan makanan atau air yang dicemari, atau melalui sentuhan luka pada kulit. Penyakit ini tidak diketahui berjangkit dari manusia ke manusia dan kes penyebaran bacteria pada mereka yang sedang sembuh amat jarang bagi manusia. Leptospirosis biasa berlaku dikalangan peminat sukan air di kawasan tertentu kerana lama berendam diketahui menggalakkan kemasukan bakteria. Peluncur dan pengayuh air berbuih (“whitewater”) adalah berisiko tinggi di kawasan yang diketahui mempunyai bacteria, dan boleh dijangkit dengan menelan air tercemar Leptospirosis, menyimbah air tercemar Leptospirosis pada mata atau hidung, atau atau luka terdedah kepada air yang dijangkiti. Pekerjaan berisiko termasuk veterinarian, pekerja penyembelihan, petani, pekerja kumbahan, dan mereka yang bekerja di rumah tinggal, pendayung juga kadang-kala diketahui turut dijangkiti penyakit tersebut.

Simptom

Jangkitan Leptospiral pada manusia menyebabkan sejumlah symptom, dan sesetengah mereka yang dijangkiti mungkin tidak menunjukkan sebarang symptom sama sekali. Leptospirosis merupakan penyakit dwifasa (“biphasic”) yang bermula dengan simptom seperti selsema (demam, sejuk, myalgia, sakit kepala yang kuat). Fasa pertama sembuh, dan pesakit tanpa symptom (“asymptomatic”) sehingga fasa kedua bermula. Ini berciri meningitis, kerosakan hati (menyebabkan demam kuning), dan kegagalan buah pinggang. Jangkitan ini sering kali salah diagnosis kerana symptom yang meluas. Ini mendorong kepada jumlah kes berdaftar yang jauh lebih rendah berbanding yang sebenarnya berlaku. Simptom leptospirosis termasuk demam tinggi, askit kepala yang teruk, sejuk, sakik otot, dan muntah-muntah, dan mungkin termasuk demam kuning, mata merah, sakit perut, cirit-birit, dan keradangan. Simptom bagi manusia hadir selepas 4–14 hari tempoh pengeraman.
Tempoh pengeraman (tempoh pendedahan kepada symptom pertama bagi haiwan antara 2 hingga 20 hari. Bagi anjing kerosakan hati dan buah pinggang merupakan paling biasa oleh leptospirosis. Vaskulitis boleh berlaku, menyebabkan lebam/edema dan berkemungkinan pembekuan dalam salur darah tersebar (disseminated intravascular coagulation -DIC). Myocarditis, pericarditis, meningitis, dan uveitis juga turutan yang mungkin.Leptospirosis perlu disyaki dan dimasukkan sebagai sebahagian diagnosis pembezaan sekiranaya mata putih bagi anjing kelihatan jaundice (walaupun sedikit kekuningan). Ketiadaan jaundice tidak menyingkirkan kemungkinan leptospirosis sepenuhnya, dan kehadirannya mungkin menunjukkan hepatitis atau pathologi hati lain dan bukannya leptospirosis. Muntah-muntah, demam, hilang selera makan, kurang kencing, kencing gelap atau perang luar biasa, dan lesu juga merupakan tanda-tanda penyakit.
Komplikasi
Komplikasi termasuk meningitis, kelesuan melampau, kehilangan pendengaran, masaalah pernafasan, azotemia, dan masaalah buah pinggan (“renal interstitial tubular necrosis”, yang menyebabkan kegagalan buah pinggang dan sering kali kegagalan hati (bentuk penyakit ini yang teruk dikenali sebagai Penyakit Weil, sunggupun ia turut dikenali sebagai Sindrom Weil). Masaalah kardiovaskular juga mungkin.
SUMBER DARI WIKIPEDIA

Selasa, 21 Februari 2012

insomnia


Insomnia dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau tidak dapat tidur dengan nyenyak. Rata rata setiap orang pernah mengalami insomnia sekali dalam hidupnya. Bahkan ada yang lebih ekstrim menyebutkan 30 – 50% populasi mengalami insomnia.
Insomnia dapat menyerang semua golongan usia. Meskipun demikian, angka kejadian insomnia akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan oleh stress yang sering menghinggapi orang yang berusia lebih tua. Disamping itu, perempuan dikatakan lebih sering menderita insomnia bila dibandingkan laki laki.
Berikut beberapa tips yang bisa anda lakukan untuk mengurangi serangan insomnia.
  1. Berolah raga teratur. Beberapa penelitian menyebutkan berolah raga yang teratur dapat membantu orang yang mengalami masalah dengan tidur. Olah raga sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan bukan beberapa menit menjelang tidur. Dengan berolah raga, kesehatan anda menjadi lebih optimal sehingga tubuh dapat melawan stress yang muncul dengan lebih baik.
  2. Hindari makan dan minum terlalu banyak menjelang tidur. Makanan yang terlalu banyak akan menyebabkan perut menjadi tidak nyaman, sementara minum yang terlalu banyak akan menyebabkan anda sering ke belakang untuk buang air kecil. Sudah tentu kedua keadaan ini akan menganggu kenyenyakan tidur anda.
  3. Tidurlah dalam lingkungan yang nyaman. Saat tidur, matikan lampu, matikan hal hal yang menimbulan suara, pastikan anda nyaman dengan suhu ruangan tidur anda. Jauhkan jam meja dari pandangan anda karena benda itu dapat membuat anda cemas karena belum dapat terlelap sementara jarum jam kian larut.
  4. Kurangi mengkonsumsi minuman yang bersifat stimulan atau yang membuat anda terjaga seperti teh, kopi. alkohol dan rokok. Minuman ini akan menyebabkan anda terjaga yang tentu saja tidak anda perlukan bila anda ingin tidur.
  5. Makananlah makanan ringan yang mengandung sedikit karbohidrat menjelang tidur, bila tersedia, tambahkan dengan segelas susu hangat.
  6. Mandilah dengan air hangat 30 menit atau sejam sebelum tidur. Mandi air hangat akan menyebabkan efek sedasi atau merangsang tidur. Selain itu, mandi air hangat juga mengurangi ketengangan tubuh.
  7. Hentikan menonton TV, membaca buku, setidaknya sejam sebelum tidur.
  8. Gunakanlah tempat tidur anda khusus untuk tidur. Hal ini akan membantu tubuh anda menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tidur. Saat anda berbaring di tempat tidur, maka akan timbul rangsangan untuk tidur.
  9. Lakukan aktivitas relaksasi secara rutin. Mendengarkan musik, melatih pernafasan, meditasi dan lain lain akan membantu memperlambat proses yang terjadi dalam tubuh sehingga tubuh anda menjadi lebih santai. Keadaan ini akan mempemudah anda untuk tidur.
  10. Jernihkan pikiran anda. Enyahkan segala kekhawatiran yang menghinggapi pikiran anda. Salah satu cara untuk ini adalah menuliskan semua pikiran anda lewat media blog.
  11. Tidur dan bangunlah dalam periode waktu yang teratur setiap hari. Waktu tidur yang kacau akan mengacaukan waktu tidur anda selanjutnya.
Demikianlah tips mengurangi masalah tidur anda. Selalulah ingat bahwa tidur merupakan kebutuhan pokok tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki fungsi organ yang terganggu. Insomnia bukan merupakan penyakit bawaan dan dengan demikian tentu akan mudah disembuhkan.
Jika dengan langkah diatas anda masih merasa gagal mengatasi masalah tidur, segeralah berkonsultasi ke dokter untuk mencari jalan keluar.
Silakan berdiskusi lebih lanjut disini : http://www.medisiana.com/viewtopic.php?p=871#871